Selasa, 18 Agustus 2015

Bengkel las bagus di bogor

Saya punya referensi bengkel di bogor, bengkel las bogor yang bagus dan murah milik mas maskuri. Spesialis Konstruksi Baja yang berlo kasi di Bogor.
bengkel yang sudah berdiri sejak 2012 ini tidak hanya mengerjakan atau menerima di sekitaran bogor saja tetapi juga melayani jakarta, depok, tanggerang dan bekasi. slogan bengkel las bogor ini adalah murah, berkualitas, dan bergaransi.

mas maskuri ini juga akan dengann senang hati membantu pelanggannya menghitungkan kebutuhan, dan menganalisa berapa kira kira biaya dan bahan yang terbaik untuk di terapkan. mas maskuri benar-benar melakukan pekerjaan ini dengan senang hati dan penuh kekeluargaan dengan semua pelanggannya. jasa konstruksi dan instalasi yang bengkel las bogor maskuri kerjakan. hampir semua yang berhubungan dengan pengelasan siap mas maskuri kerjakan, seperti membuat pager, teralis, kanopi, railing tangga, tower air, balkon dan folding gate.

dengar dengar bengkel mas kuri juga memberikan harga spesial untuk paket tertentu. jadi untuk lebih jelasnya langsung saja ke website resminya di www.bengkellasmaskuri.com

Senin, 13 Oktober 2014

Rumah di Jual di Sukorejo Kendal Jawa tengah

Jula rumah murah di sukorejo kabupaten kendal
silahkan menuju ke halaman iklan resmi jual rumah di sukorejo di link berikut ini Jual Rumah di Sukorejo Kendal
sebelum itu silahkan juga melihat lihat berikut ini adalah foto foto rumah yang mau dijual
 
nhah silahkan bagi yang berminat mau investasi atau mau mencari hunian baru yang strategis, silahkan hubungi pemilik rumah ini, terletak di sukorejo kabupaten kendal. 

Bagi yang berminat hubungi :
Slamet Budiarso. HP. 0877-4798-4900 (Ma’af SMS tidak di layani)


Rt. 9 Rw. 1 Aromasari Desa Sukorejo Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal . Jawa Tengah

Minggu, 01 Desember 2013

Artikel Gaya Belajar

Untuk menanggulangi masalah pembelajaran ini, diperlukan pelaksanaan kegiatan belajar baru yang lebih menarik. Gaya belajar dapat dilakukan dalam 3 bentuk, dan dilaksanakan pada saat yang bersamaan. Yaitu belajar secara Somatis, Auditori dan Visual.

a. Somatis
Somatic bersal dari bahasa Yunani, yang berarti tubuh. Jadi belajar somatis dapat disebut sebagai balajar dengan menggunakan indra peraba, kinestetis, praktis, dan melibatkan fisik serta menggunakan dan menggerakkan tubuh sewaktu belajar. Dalam pelaksanaan kegiatan belajar pada saat ini otak merupkan organ tubuh yang paling dominan. Pembelajaran yang dilakukan seperti merupakan kegiatan yang sangat keliru.
Anak-anak yang bersifat somatis tidak akan mampu untuk duduk tenang. Mereka harus menggerakkan tubuh mereka untuk membuat otak dan pikiran mereka tetap hidup. Anak-anak seperti ini disebut sebagai “Hiperaktif“. Pada sejumlah anak, sifat hiperaktif itu normal dan sehat. Namun yang dijumpai pada anak-anak hiperaktif adalah penderitaan, dimana sekolah mereka tidak mampu dan tidak tahu cara memperlakukan mereka. Aktivitas anak-anak yang hiperaktif cenderung dianggap mengganggu, tidak mampu belajar dan mengancam ketertiban proses pembelajaran.
Dalam satu penelitian disebutkan bahwa “jika tubuhmu tidak bergerak, maka otakmu tidak beranjak“. Jadi menghalangi gaya belajar anak somatis dengan menggunakan tubuh sama halnya dengan menghalangi fungsi pikiran sepenuhnya. Mungkin dalam beberapa kasus, sistem pendidikan dapat membuat cacat belajar anak, dan bukan menggangu jalannya pembelajaran.
b. Auditori
Pikiran auditori lebih kuat dari yang kita sadari. Telinga terus menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori, dan bahkan tanpa kita sadari. Begitu juga ketika kita berbicara, area penting dalam otak kita akan menjadi aktif. Semua pembelajaran yang memiliki kecenderungan auditori, belajar dengan menggunakan suara dari dialog, membaca dan menceritakan kepada orang lain. Pada saat sekarang ini, budaya auditori lambat laun mulai menghilang. Seperti adanya peringatan jangan berisik di perpustakaan telah menekan proses belajar secara auditori.
c. Visual
Ketajaman visual merupakan hal yang sangat menonjol bagi sebagian peserta didik. Alasaannya adalah bahwa dalam otak seseorang lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indra yang lain. Setiap orang yang cenderung menggunakan gaya belajar visual akan lebih mudah belajar jika mereka melihat apa yang dibicarakan olah guru atau dosen. Peserta didik yang belajar secara visual akan menjadi lebih baik jiak dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran mengenai suatu konsep pembahasan. Peserta didik yang belajar secara visual ini, akan lebih baik jika mereka menciptakan peta gagasan, diagram, ikon dan gambar lainnya dengan kreasi mereka sendiri. Contoh makalah IT

Sabtu, 19 Oktober 2013

Pendidikan Sebagai Investasi Jangka Panjang

Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang Oleh : Nurkolis

Profesor Toshiko Kinosita mengemukakan bahwa sumber daya manusia Indonesia masih sangat lemah untuk mendukung perkembangan industri dan ekonomi. Penyebabnya karena pemerintah selama ini tidak pernah menempatkan pendidikan sebagai prioritas terpenting. Tidak ditempatkannya pendidikan sebagai prioritas terpenting karena masyarakat Indonesia, mulai dari yang awam hingga politisi dan pejabat pemerintah, hanya berorientasi mengejar uang untuk memperkaya diri sendiri dan tidak pernah berfikir panjang (Kompas, 24 Mei 2002).

Pendapat Guru Besar Universitas Waseda Jepang tersebut sangat menarik untuk dikaji mengingat saat ini pemerintah Indonesia mulai melirik pendidikan sebagai investasi jangka panjang, setelah selama ini pendidikan terabaikan. Salah satu indikatornya adalah telah disetujuinya oleh MPR untuk memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 % dari APBN atau APBD. Langkah ini merupakan awal kesadaran pentingnya pendidikan sebagai investasi jangka pangjang. Sedikitnya terdapat tiga alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang.

Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Pada praksis manajemen pendidikan modern, salah satu dari lima fungsi pendidikan adalah fungsi teknis-ekonomis baik pada tataran individual hingga tataran global. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif.

Secara umum terbukti bahwa semakin berpendidikan seseorang maka tingkat pendapatannya semakin baik. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Inilah sebenarnya arah kurikulum berbasis kompetensi, pendidikan life skill dan broad based education yang dikembangkan di Indonesia akhir-akhir ini. Di Amerika Serikat (1992) seseorang yang berpendidikan doktor penghasilan rata-rata per tahun sebesar 55 juta dollar, master 40 juta dollar, dan sarjana 33 juta dollar. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Misalnya rata-rata, antara pedesaan dan perkotaan, pendapatan per tahun lulusan universitas 3,5 juta rupiah, akademi 3 juta rupiah, SLTA 1,9 juta rupiah, dan SD hanya 1,1 juta rupiah.

Para penganut teori human capital berpendapat bahwa pendidikan adalah sebagai investasi sumber daya manusia yang memberi manfaat moneter ataupun non-moneter. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya. (Walter W. McMahon dan Terry G. Geske, Financing Education: Overcoming Inefficiency and Inequity, USA: University of Illionis, 1982, h.121).

Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Hal ini dikarenakan telah dikuasainya keterampilan, ilmu pengetahuan dan teknologi oleh sumber daya manusianya sehingga pemerintah lebih mudah dalam menggerakkan pembangunan nasional.

Nilai
Balik Pendidikan

Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return) yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja. Di negara-negara sedang berkembang umumnya menunjukkan nilai balik terhadap investasi pendidikan relatif lebih tinggi dari pada investasi modal fisik yaitu 20 % dibanding 15 %. Sementara itu di negara-negara maju nilai balik investasi pendidikan lebih rendah dibanding investasi modal fisik yaitu 9 % dibanding 13 %. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi (Ace Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM dan Pembangunan: Isu, Teori dan Aplikasi. Balai Pustaka: Jakarta, 1999, h.247).

Pilihan investasi pendidikan juga harus mempertimbangkan tingkatan pendidikan. Di Asia nilai balik sosial pendidikan dasar rata-rata sebesar 27 %, pendidikan menengah 15 %, dan pendidikan tinggi 13 %. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka manfaat sosialnya semakin kecil. Jelas sekali bahwa pendidikan dasar memberikan manfaat sosial yang paling besar diantara tingkat pendidikan lainnya. Melihat kenyataan ini maka struktur alokasi pembiayaan pendidikan harus direformasi. Pada tahun 1995/1996 misalnya, alokasi biaya pendidikan dari pemerintah Indonesia untuk Sekolah Dasar Negeri per siswa paling kecil yaitu rata-rata hanya sekirat 18.000 rupiah per bulan, sementara itu biaya pendidikan per siswa di Perguruan Tinggi Negeri mendapat alokasi sebesar 66.000 rupiah per bulan. Dirjen Dikti, Satrio Sumantri Brojonegoro suatu ketika mengemukakan bahwa alokasi dana untuk pendidikan tinggi negeri 25 kali lipat dari pendidikan dasar. Hal ini menunjukkan bahwa biaya pendidikan yang lebih banyak dialokasikan pada pendidikan tinggi justru terjadi inefisiensi karena hanya menguntungkan individu dan kurang memberikan manfaat kepada masyarakat.

Reformasi alokasi biaya pendidikan ini penting dilakukan mengingat beberapa kajian yang menunjukkan bahwa mayoritas yang menikmati pendidikan di PTN adalah berasal dari masyarakat mampu. Maka model pembiayaan pendidikan selain didasarkan pada jenjang pendidikan (dasar vs tinggi) juga didasarkan pada kekuatan ekonomi siswa (miskin vs kaya). Artinya siswa di PTN yang berasal dari keluarga kaya harus dikenakan biaya pendidikan yang lebih mahal dari pada yang berasal dari keluarga miskin. Model yang ditawarkan ini sesuai dengan kritetia equity dalam pembiayaan pendidikan seperti yang digariskan Unesco.
Itulah sebabnya Profesor Kinosita menyarankan bahwa yang diperlukan di Indonesia adalah pendidikan dasar dan bukan pendidikan yang canggih. Proses pendidikan pada pendidikan dasar setidaknnya bertumpu pada empat pilar yaitu learning to know, learning to do, leraning to be dan learning live together yang dapat dicapai melalui delapan kompetensi dasar yaitu membaca, menulis, mendengar, menutur, menghitung, meneliti, menghafal dan menghayal. Anggaran pendidikan nasional seharusnya diprioritaskan untuk mengentaskan pendidikan dasar 9 tahun dan bila perlu diperluas menjadi 12 tahun. Selain itu pendidikan dasar seharusnya “benar-benar” dibebaskan dari segala beban biaya. Dikatakan “benar-benar” karena selama ini wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah tidaklah gratis. Apabila semua anak usia pendidikan dasar sudah terlayani mendapatkan pendidikan tanpa dipungut biaya, barulah anggaran pendidikan dialokasikan untuk pendidikan tingkat selanjutnya.

Fungsi

Non Ekonomi

Ketiga, investasi dalam bidang pendidikan memiliki banyak fungsi selain fungsi teknis-ekonomis yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan. Fungsi sosial-kemanusiaan merujuk pada kontribusi pendidikan terhadap perkembangan manusia dan hubungan sosial pada berbagai tingkat sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan dirinya secara psikologis, sosial, fisik dan membantu siswa mengembangkan potensinya semaksimal mungkin (Yin Cheong Cheng, School Effectiveness and School-Based Management: A Mechanism for Development, Washington D.C: The Palmer Press, 1996, h.7).

Fungsi politis merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan politik pada tingkatan sosial yang berbeda. Misalnya pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang positif untuk melatih warganegara yang benar dan bertanggung jawab. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mengerti hak dan kewajibannya sehingga wawasan dan perilakunya semakin demoktratis. Selain itu orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap bangsa dan negara lebih baik dibandingkan dengan yang kurang berpendidikan.
Fungsi budaya merujuk pada sumbangan pendidikan pada peralihan dan perkembangan budaya pada tingkatan sosial yang berbeda. Pada tingkat individual, pendidikan membantu siswa untuk mengembangkan kreativitasnya, kesadaran estetis serta untuk bersosialisasi dengan norma-norma, nilai-nilai dan keyakinan sosial yang baik. Orang yang berpendidikan diharapkan lebih mampu menghargai atau menghormati perbedaan dan pluralitas budaya sehingga memiliki sikap yang lebih terbuka terhadap keanekaragaman budaya. Dengan demikian semakin banyak orang yang berpendidikan diharapkan akan lebih mudah terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya akan terjadi integrasi budaya nasional atau regional.
Fungsi kependidikan merujuk pada sumbangan pendidikan terhadap perkembangan dan pemeliharaan pendidikan pada tingkat sosial yang berbeda. Pada tingkat individual pendidikan membantu siswa belajar cara belajar dan membantu guru cara mengajar. Orang yang berpendidikan diharapkan memiliki kesadaran untuk belajar sepanjang hayat (life long learning), selalu merasa ketinggalan informasi, ilmu pengetahuan serta teknologi sehingga terus terdorong untuk maju dan terus belajar.

Di kalangan masyarakat luas juga berlaku pendapat umum bahwa semakin berpendidikan maka makin baik status sosial seseorang dan penghormatan masyarakat terhadap orang yang berpendidikan lebih baik dari pada yang kurang berpendidikan. Orang yang berpendidikan diharapkan bisa menggunakan pemikiran-pemikirannya yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang. Orang yang berpendidikan diharapkan tidak memiliki kecenderungan orientasi materi/uang apalagi untuk memperkaya diri sendiri.

Kesimpulan

Jelaslah bahwa investasi dalam bidang pendidikan tidak semata-mata untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi tetapi lebih luas lagi yaitu perkembangan ekonomi. Selama orde baru kita selalu bangga dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu hancur lebur karena tidak didukung oleh adanya sumber daya manusia yang berpendidikan. Orde baru banyak melahirkan orang kaya yang tidak memiliki kejujuran dan keadilan, tetapi lebih banyak lagi melahirkan orang miskin. Akhirnya pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati sebagian orang dan dengan tingkat ketergantungan yang amat besar.

Perkembangan ekonomi akan tercapai apabila sumber daya manusianya memiliki etika, moral, rasa tanggung jawab, rasa keadilan, jujur, serta menyadari hak dan kewajiban yang kesemuanya itu merupakan indikator hasil pendidikan yang baik. Inilah saatnya bagi negeri ini untuk merenungkan bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik untuk mendukung perkembangan ekonomi. Selain itu pendidikan juga sebagai alat pemersatu bangsa yang saat ini sedang diancam perpecahan. Melalui fungsi-fungsi pendidikan di atas yaitu fungsi sosial-kemanusiaan, fungsi politis, fungsi budaya, dan fungsi kependidikan maka negeri ini dapat disatukan kembali. Dari paparan di atas tampak bahwa pendidikan adalah wahana yang amat penting dan strategis untuk perkembangan ekonomi dan integrasi bangsa. Singkatnya pendidikan adalah sebagai investasi jangka panjang yang harus menjadi pilihan utama.

Bila demikian, ke arah mana pendidikan negeri ini harus dibawa? Bagaimana merencanakan sebuah sistem pendidikan yang baik? Marilah kita renungkan bersama. makalah pendidikan.

Nurkolis, Dosen Akademi Pariwisata Nusantara Jaya di Jakarta.

Kamis, 09 Mei 2013

Proses Pembelajaran menulis, belajar menulis yang baik

Berdasarkan hasil penelitian yang diadakan terhadap tulisan mahasiswa, Flower dan Hayes (lewat Tompkins, 1990: 71) mengembangkan model proses dalam menulis. Proses menulis dapat dideskripsikan sebagai proses pemecahan masalah yang kompleks, yang mengandung tiga elemen, yaitu lingkungan tugas, memori jangka panjang penulis, dan proses menulis. Pertama, lingkungan tugas adalah tugas yang penulis kerjakan dalam menulis. Kedua, memori jangka panjang penulis adalah pengetahuan mengenai topik, pembaca, dan cara menulis. Ketiga, proses menulis meliputi tiga kegiatan, yaitu: (1) merencanakan (menentukan tujuan untuk mengarahkan tulisan), (2) mewujudkan (menulis sesuai dengan rencana yang sudah dibuat), dan (3) merevisi (mengevaluasi dan merevisi tulisan).

Ketiga kegiatan tersebut tidak merupakan tahap-tahap yang linear, karena penulis terus-menerus memantau tulisannya dan bergerak maju mundur (Zuchdi, 1997: 6). Peninjauan kembali tulisan yang telah dihasilkan ini dapat dianggap sebagai komponen keempat dalam proses menulis. Hal inilah yang membantu penulis dapat mengungkapkan gagasan secara logis dan sistematis, tidak mengandung bagian-bagian yang kontradiktif. Dengan kata lain, konsistensi (keajegan) isi gagasan dapat terjaga.
Berkaitan dengan tahap-tahap proses menulis, Tompkins (1990: 73) menyajikan lima tahap, yaitu: (1) pramenulis, (2) pembuatan draft, (3) merevisi, (4) menyunting, dan (5) berbagi (sharing). Tompkins juga menekankan bahwa tahap-tahap menulis ini tidak merupakan kegiatan yang linear. Proses menulis bersifat nonlinier, artinya merupakan putaran berulang. Misalnya, setelah selesai menyunting tulisannya, penulis mungkin ingin meninjau kembali kesesuaiannya dengan kerangka tulisan atau draft awalnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap itu dapat dirinci lagi. Dengan demikian, tergambar secara menyeluruh proses menulis, mulai awal sampai akhir menulis seperti berikut.

belajar menulis yang baik

1.Tahap Pramenulis
Pada tahap pramenulis, pembelajar melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Menulis topik berdasarkan pengalaman sendiri
b. Melakukan kegiatan-kegiatan latihan sebelum menulis
c. Mengidentifikasi pembaca tulisan yang akan mereka tulis
d. Mengidentifikasi tujuan kegiatan menulis
e. Memilih bentuk tulisan yang tepat berdasarkan pembaca dan tujuan yang telah mereka tentukan

2. Tahap Membuat Draft
Kegiatan yang dilakukan oleh pembelajar pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a. Membuat draft kasar
b. Lebih menekankan isi daripada tata tulis

3. Tahap Merevisi
Yang perlu dilakukan oleh pembelajar pada tahap merevisi tulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Berbagi tulisan dengan teman-teman (kelompok)
b. Berpartisipasi secara konstruktif dalam diskusi tentang tulisan teman-teman sekelompok atau sekelas
c. Mengubah tulisan mereka dengan memperhatikan reaksi dan komentar baik dari pengajar maupun teman
d. Membuat perubahan yang substantif pada draft pertama dan draft berikutnya, sehingga menghasilkan draft akhir

4. Tahap Menyunting
Pada tahap menyunting, hal-hal yang perlu dilakukan oleh pembelajar adalah sebagai berikut:
a. Membetulkan kesalahan bahasa tulisan mereka sendiri
b. Membantu membetulkan kesalahan bahasa dan tata tulis tulisan mereka sekelas/sekelompok
c. Mengoreksi kembali kesalahan-kesalahan tata tulis tulisan mereka sendiri
Dalam kegiatan penyuntingan ini, sekurang-kurangnya ada dua tahap yang harus dilakukan. Pertama, penyuntingan tulisan untuk kejelasan penyajian. Kedua, penyuntingan bahasa dalam tulisan agar sesuai dengan sasarannya (Rifai, 1997: 105—106). Penyuntingan tahap pertama akan berkaitan dengan masalah komunikasi. Tulisan diolah agar isinya dapat dengan jelas diterima oleh pembaca. Pada tahap ini, sering kali penyunting harus mereorganisasi tulisan karena penyajiannya dianggap kurang efektif. Ada kalanya, penyunting terpaksa membuang beberapa paragraf atau sebaliknya, harus menambahkan beberapa kalimat, bahkan beberapa paragraf untuk memperlancar hubungan gagasan. Dalam melakukan penyuntingan pada tahap ini, penyunting sebaiknya berkonsultasi dan berkomunikasi dengan penulis. Pada tahap ini, penyunting harus luwes dan pandai-pandai menjelaskan perubahan yang disarankannya kepada penulis karena hal ini sangat peka. Hal-hal yang berkaitan dengan penyuntingan tahap ini adalah kerangka tulisan, pengembangan tulisan, penyusunan paragraf, dan kalimat.
Kerangka tulisan merupakan ringkasan sebuah tulisan. Melalui kerangka tulisan, penyunting dapat melihat gagasan, tujuan, wujud, dan sudut pandang penulis. Dalam bentuknya yang ringkas itulah, tulisan dapat diteliti, dianalisis, dan dipertimbangkan secara menyeluruh, dan tidak secara lepas-lepas (Keraf, 1989: 134). Penyunting dapat memperoleh keutuhan sebuah tulisan dengan cara mengkaji daftar isi tulisan dan bagian pendahuluan. Jika ada, misalnya, dalam tulisan ilmiah atau ilmiah populer, sebaiknya bagian simpulan pun dibaca. Dengan demikian, penyunting akan memperoleh gambaran awal mengenai sebuah tulisan dan tujuannya. Gambaran itu kemudian diperkuat dengan membaca secara keseluruhan isi tulisan. Jika tulisan merupakan karya fiksi, misalnya, penyunting langsung membaca keseluruhan karya tersebut. Pada saat itulah, biasanya penyunting sudah dapat menandai bagian-bagian yang perlu disesuaikan.
Berdasarkan kerangka tulisan tersebut dapat diketahui tujuan penulis. Selanjutnya, berdasarkan pengetahuan atas tujuan penulis, dapat diketahui bentuk tulisan dari sebuah naskah (tulisan). Pada umumnya, tulisan dapat dikelompokkan atas empat macam bentuk, yaitu narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.
Bentuk tulisan narasi dipilih jika penulis ingin bercerita kepada pembaca. Narasi biasanya ditulis berdasarkan rekaan atau imajinasi. Akan tetapi, narasi dapat juga ditulis berdasarkan pengamatan atau wawancara. Narasi pada umumnya merupakan himpunan peristiwa yang disusun berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Dalam tulisan narasi, selalu ada tokoh-tokoh yang terlibat dalam suatu atau berbagai peristiwa.
Bentuk tulisan deskripsi dipilih jika penulis ingin menggambarkan bentuk, sifat, rasa, corak dari hal yang diamatinya. Deskripsi juga dilakukan untuk melukiskan perasaan, seperti bahagia, takut, sepi, sedih, dan sebagainya. Penggambaran itu mengandalkan pancaindera dalam proses penguraiannya. Deskripsi yang baik harus didasarkan pada pengamatan yang cermat dan penyusunan yang tepat. Tujuan deskripsi adalah membentuk, melalui ungkapan bahasa, imajinasi pembaca agar dapat membayangkan suasana, orang, peristiwa, dan agar mereka dapat memahami suatu sensasi atau emosi. Pada umumnya, deskripsi jarang berdiri sendiri. Bentuk tulisan tersebut selalu menjadi bagian dalam bentuk tulisan lainnya.
Bentuk tulisan eksposisi dipilih jika penulis ingin memberikan informasi, penjelasan, keterangan atau pemahaman. Berita merupakan bentuk tulisan eksposisi karena memberikan informasi. Tulisan dalam majalah juga merupakan eksposisi. Buku teks merupakan bentuk eksposisi. Pada dasarnya, eksposisi berusaha menjelaskan suatu prosedur atau proses, memberikan definisi, menerangkan, menjelaskan, menafsirkan gagasan, menerangkan bagan atau tabel, mengulas sesuatu.Tulisan eksposisi sering ditemukan bersama-sama dengan bentuk tulisan deskripsi. Laras yang termasuk dalam bentuk tulisan eksposisi adalah buku resep, buku-buku pelajaran, buku teks, dan majalah.
Tulisan berbentuk argumentasi bertujuan meyakinkan orang, membuktikan pendapat atau pendirian pribadi, atau membujuk pembaca agar pendapat pribadi penulis dapat diterima. Bentuk tulisan tersebut erat kaitannya dengan eksposisi dan ditunjang oleh deskripsi. Bentuk argumentasi dikembangkan untuk memberikan penjelasan dan fakta-fakta yang tepat sebagai alasan untuk menunjang kalimat topik. Kalimat topik, biasanya merupakan sebuah pernyataan untuk meyakinkan atau membujuk pembaca. Dalam sebuah majalah atau surat kabar, misalnya, argumentasi ditemui dalam kolom opini/wacana/gagasan/pendapat.
Kendatipun keempat bentuk tulisan tersebut memiliki ciri masing-masing, mereka tidak secara ketat terpisah satu sama lain. Dalam sebuah kolom, misalnya, dapat ditemukan berbagai bentuk tulisan tersebut tersebar di dalam paragraf yang membangun kerangka tersebut. Oleh karena itu, penyunting berfungsi untuk mempertajam dan memperkuat pembagian paragraf. Pembagian paragraf terdiri atas paragraf pembuka, paragraf penghubung atau isi, dan paragraf penutup sering kali tidak diketahui oleh penulis. Masih sering ditemukan tulisan yang sulit dipahami karena pemisahan bagian-bagian atau pokok-pokoknya tidak jelas.
Pemeriksaan atas kalimat merupakan penyuntingan tahap pertama juga. Pada tahap ini pun, sebaiknya penyunting berkonsultasi dengan penulis. Penyunting harus memiliki pengetahuan bahasa yang memadai. Dengan demikian, penyunting dapat menjelaskan dengan baik kesalahan kalimat yang dilakukan oleh penulis. Untuk itu, penyunting harus menguasai persyaratan yang tercakup dalam kalimat yang efektif. Kalimat yang efektif adalah kalimat yang secara jitu atau tepat mewakili gagasan atau perasaan penulis. Untuk dapat membuat kalimat yang efektif, ada tujuh hal yang harus diperhatikan, yaitu kesatuan gagasan, kepaduan, penalaran, kehematan atau ekonomisasi bahasa, penekanan, kesejajaran, dan variasi.
Penyuntingan tahap kedua berkaitan dengan masalah yang lebih terperinci, lebih khusus. Dalam hal ini, penyunting berhubungan dengan masalah kaidah bahasa, yang mencakup perbaikan dalam kalimat, pilihan kata (diksi), tanda baca, dan ejaan. Pada saat penyunting memperbaiki kalimat dan pilihan kata dalam tulisan, ia dapat berkonsultasi dengan penulis atau langsung memperbaikinya. Hal ini bergantung pada keluasan permasalahan yang harus diperbaiki. Sebaliknya, masalah perbaikan dalam tanda baca dan ejaan dapat langsung dikerjakan oleh penyunting tanpa memberitahukan penulis. Perbaikan dalam tahap ini bersifat kecil, namun sangat mendasar.

5. Tahap Berbagi
Tahap terakhir dalam proses menulis adalah berbagi (sharing) atau publikasi. Pada tahap berbagi ini, pembelajar:
a. Mempublikasikan (memajang) tulisan mereka dalam suatu bentuk tulisan yang sesuai, atau
b. Berbagi tulisan yang dihasilkan dengan pembaca yang telah mereka tentukan.
Dari tahap-tahap pembelajaran menulis dengan pendekatan/model proses sebagaimana dijabarkan di atas dapat dipahami betapa banyak dan bervariasi kegiatan pembelajar dalam proses menulis. Keterlibatannya dalam berbagai kegiatan tersebut sudah barang tentu merupakan pelajaran yang sangat berharga guna mengembangkan keterampilan menulis. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh pembelajar pada setiap tahap, upaya-upaya mengatasi kesulitan tersebut, dan hasil terbaik yang dicapai oleh para pembelajar membuat mereka lebih tekun dan tidak mudah menyerah dalam mencapai hasil yang terbaik dalam mengembangkan keterampilan menulis.
Pembelajaran menulis bagi penutur asing dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses merupakan suatu alternatif untuk mencapai keterampilan menulis pembelajar secara efektif. Hal ini dimungkinkan karena diterapkannya proses kreatif dalam menulis yang diimplementasikan melalui tahap-tahap kegiatan yang dapat dilakukan pembelajar (pramenulis, membuat draft, merevisi, menyunting, dan berbagi (sharing). Proses menulis itu tidak selalu bersifat linear tetapi dapat bersifat nonlinier, dan perlu disesuaikan dengan berbagai jenis tulisan yang mereka susun.



Daftar pustaka :

Rifai, Mien A. (1997). Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

sekian postingan proses pembelajaran menulis dan belajar menulis yang baik, semoga bisa bermanfaat.
baca juga tentang contoh makalah 

Rabu, 13 Maret 2013

Tips Menjadi Konsumen Cerdas Supaya Paham Perlindungan Konsumen

konsumen cerdas paham perlindungan konsumen , Pemerintah indonesia akhir-akhir ini sangat serius dalam membangun ekonomi di berbagai bidang, pemerintah sadar bahwa negara dengan segala sumber daya yang ada yang dimiliki indonesia sangat memungkinkan bagi negara indonesia untuk menjadi negara maju. Untuk menjadi negara yang maju, syarat utama dan yang paling penting adalah mengembangkan jiwa enterpreneurship seluruh lapisan masyarakat indonesia, tanpa terkecuali. Sebelumnya perlu dijelaskan pengertian Konsumen Cerdas, apa sih Konsumen Cerdas dan apa hubungannya dengan enterpreneurship..? Secara umum kata Konsumen Cerdas itu berarti konsumen yang pemilih, konsumen yang paham betul apa yang dibeli, seberapa pentingnya barang yang di beli dan bisa menilai kualitas barang yang dibeli. Lalu apa hubungannya dengan enterpreneur..?
konsumen cerdas paham perlindungan konsumenyang melihat barang tak layak jual tapi beredar dipasaran merajalela maka si Konsumen Cerdas itu akan membuat barang yang lebih baik lagi yang lebih layak untuk di pasarkan, itu untuk konsumen yang benar-benar cerdas, tapi untuk konsumen cerdas biasa setidaknya tidak akan menyesal di kemudian hari karena barang yang dibeli adalah barang yang baik. Menjadi Konsumen Cerdas adalah salah satu slogan dari pemerintah untuk menyadarkan masyarakat untuk bersikap teliti terhadap barang yang akan di beli. Untuk dapat menjadi konsumen cerdas, yaitu sebagai konsumen harus dapat menegakkan hak dan kewajibannya, lakukanlah hal-hal ini, yaitu teliti sebelum membeli, memperhatikan label, kartu manual garansi dan tanggal kadaluarsa, memastikan bahwa produk tersebut sesuai dengan standar mutu K3L, serta membeli barang sesuai dengan kebutuhan dan bukan keinginan.
Konsumen Cerdas, slogan yang sangat indah didengar dan dibaca. Ada banyak alasan kenapa pemerintah indonesia menegaskan masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas. Yang paling utama adalah pemerintah ingin barang-barang yang beredar di indonesia adalah barang yang layak dan aman di pakai atau konsumsi itu demi keselamatan dan keamanan warga indonesia itu sendiri. Seperti telah kita ketahui, pemerintah telah membuat regulasi atau payung hukum untuk melindungi konsumen, dan secara rutin pemerintah juga melakukan pengawasan. Namun tanpa dukungan nyata dari konsumen payung hukum yang telah ditetapkan pemerintah tidaklah akan efektif. Karena itu, sejalan dengan upaya tersebut, maka partisipasi aktif konsumen untuk bersikap kritis dan membantu Pemerintah dalam melakukan pengawasan sangatlah penting, toh ini juga demi kepentingan kita semua.
Cara mengetahui barang yang akan kita beli itu baik atau tidak.
Menjadi konsumen cerdas harus mengetahui barang yang akan dibeli, cara paling gampang untuk pembelian barang seperti barang-barang elektronik adalah dengan mengecek apakah sudah ada tanda kode produksi dari pemerintah, atau ada kode SNI, dan untuk sayur mayur misalnya yang dijual disupermarket harus mempunyai label dan tanggal kadaluarsa yang jelas dan memastikan bahwa produk tersebut sesuai dengan standar mutu K3L di wadah pembungkusnya. Dan jangan pernah membeli barang black market, atau barang pasar gelap alias barang selundupan. Barang selundupan adalah barang yang tidak melalui uji pemerintahan, tidak membayar pajak kepada negara indonesia dan itu akan sangat merugikan negara indonesia.
sekian tips dari saya semoga bisa menjadi rujukan.

SUMBER : konsumen cerdas paham perlindungan konsumen

Minggu, 10 Maret 2013

Slogan pemerintah : Konsumen Cerdas Paham Perlindungan Konsumen

Sebelumnya perlu dijelaskan pengertian Konsumen Cerdas, apa sih Konsumen Cerdas dan apa hubungannya dengan enterpreneurship..? Secara umum kata Konsumen Cerdas itu berarti konsumen yang pemilih, konsumen yang paham betul apa yang dibeli, seberapa pentingnya barang yang di beli dan bisa menilai kualitas barang yang dibeli. Lalu apa hubungannya dengan enterpreneur..? Konsumen Cerdas yang melihat barang tak layak jual tapi beredar dipasaran merajalela maka si Konsumen Cerdas itu akan membuat barang yang lebih baik lagi yang lebih layak untuk di pasarkan, itu untuk konsumen yang benar-benar cerdas, tapi untuk konsumen cerdas biasa setidaknya tidak akan menyesal di kemudian hari karena barang yang dibeli adalah barang yang baik. Menjadi Konsumen Cerdas adalah salah satu slogan dari pemerintah untuk menyadarkan masyarakat untuk bersikap teliti terhadap barang yang akan di beli. Untuk dapat menjadi konsumen cerdas, yaitu sebagai konsumen harus dapat menegakkan hak dan kewajibannya, lakukanlah hal-hal ini, yaitu teliti sebelum membeli, memperhatikan label, kartu manual garansi dan tanggal kadaluarsa, memastikan bahwa produk tersebut sesuai dengan standar mutu K3L, serta membeli barang sesuai dengan kebutuhan dan bukan keinginan. Konsumen Cerdas, slogan yang sangat indah didengar dan dibaca. Ada banyak alasan kenapa pemerintah indonesia menegaskan masyarakat untuk menjadi konsumen yang cerdas. Yang paling utama adalah pemerintah ingin barang-barang yang beredar di indonesia adalah barang yang layak dan aman di pakai atau konsumsi itu demi keselamatan dan keamanan warga indonesia itu sendiri. Seperti telah kita ketahui, pemerintah telah membuat regulasi atau payung hukum untuk melindungi konsumen, dan secara rutin pemerintah juga melakukan pengawasan. Namun tanpa dukungan nyata dari konsumen payung hukum yang telah ditetapkan pemerintah tidaklah akan efektif. Karena itu, sejalan dengan upaya tersebut, maka partisipasi aktif konsumen untuk bersikap kritis dan membantu Pemerintah dalam melakukan pengawasan sangatlah penting, toh ini juga demi kepentingan kita semua.

artikel dari : http://gondoharum.blogspot.com/2013/03/konsumen-cerdas-paham-perlindungan-konsumen.html

Sabtu, 02 Maret 2013

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PERTANIAN

PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN PERTANIAN

A. Asal Mula dan Sebab-sebab Perdagangan
Pertukaran dan perdagangan mula-mula terjadi sebagai akibat langsung dari sifat alam, yaitu perbedaan dalam macam tanah, iklim, pengairan dan kekayaan/sumber alam lainnya. Daerah-daerah dataran rendah menghasilkan padi, jagung dan kacang-kacangan, sedangkan daerah-daerah dataran tinggi menghasilkan sayur-sayuran, teh, buah-buahan dan sebagainya. Dengan demikian spesialisasi perseorangan kemudian menjurus ke spesialisasi daerah dan di negara kita terjadi spesialisasi di pulau-pulau. Jawa menjadi penghasil padi dan gula yang utama, Sumatera penghasil karet, kelapa sawit dan lada, sedangkan Kalimantan penghasil kayu dan hasil-hasil hutan. Spesialisasi alamiah ini kemudian diperkuat oleh peranan manusia yang berupa ketrampilan dan kecakapan, usaha pemupukan modal dan upaya-upaya pembangunan lainnya.
Perdagangan merupakan akibat logis dari adanya spesialisasi antardaerah yang merupakan faktor ekonomi yang sangat penting. Tetapi belakangan ini selain faktor ekonomi, perdagangan dipakai pula untuk mencapai tujuan-tujuan sosial. Sebelum bangsa Belanda datang di Indonesia maka perdagangan antardaerah di Indonesia sudah maju. Kapal-kapal berlayar dengan membawa berbagai macam barang antara pulau yang satu dengan pulau lain, bahkan kemudian di luar negeri, ke Tiongkok, Madagaskar dan lain-lain.

Teori Keuntungan Absolut dan Komparatif
Adanya spesialisasi dalam produksi pertanian antardaerah yang satu dengan daerah yang lain menimbulkan perdagangan dapat diterangkan secara sederhana dengan teori keuntungan absolut (law of absolute advantage).
Prinsip hukum keuntungan absolut adalah: Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi barang di mana negara tersebut mempunyai absolute advantage. Untuk lebih jelasnya diberikan contoh di bawah ini.

Barang Daerah A Daerah B
Padi 50 unit 25 unit
Kelapa 25 unit 50 unit

Dalam contoh ini daerah A maupun daerah B masing-masing mampu memproduksi padi dan kelapa. Jika daerah A memproduksi padi maka akan memperoleh 50 unit sedangkan kalau memproduksi kelapa hanya memperoleh 25 unit. Ini berarti biaya yang berupa opportunity cost bagi daerah A untuk memproduksi 1 unit adalah ½ unit kelapa atau opportunity cost untuk memproduksi 1 unit kelapa adalah 2 unit padi. Dengan kata lain produksi kelapa lebih mahal daripada daerah A. Sebaliknya bagi daerah B produksi padi lebih mahal karena opportunity cost-nya adalah 2 unit kelapa untuk tiap unit padi dan opportunity cost untuk memproduksi 1 unit kelapa hanya ½ unit padi. Berarti keuntungan absolut padi adalah di daerah A dan keuntungan absolut kelapa di daerah B. Dalam keadaan ini masing-masing daerah A dan B beruntung bila mengadakan pertukaran hasil-hasil produksi.
Keuntungan dari spesialisasi ini mudah dilihat dengan menjumlahkan semua hasil produksi daerah A dan daerah B untuk padi dan kelapa. Tanpa spesialisasi baik daerah A maupun daerah B mereka akan memproduksi 75 unit padi dan kelapa, sedangkan dengan spesialisasi daerah A akan memproduksi 50 unit padi dan daerah B 50 unit kelapa, berarti memperoleh hasil produksi tambahan 25 unit padi dan kelapa.
Seringkali ada keadaan dimana keuntungan absolut berada di satu daerah, maka ini tidak berarti tidak ada perdagangan lagi karena yang penting bukan keuntungan absolut tetapi keuntungan komparatif atau keuntungan relatifnya. Teori ini mengatakan bahwa suatu daerah akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang mempunyai keuntungan komparatif terbesar atau kerugian komparatif yang terkecil.

Barang Daerah A Daerah B
Gula 40 unit 20 unit
Tembakau 30 unit 10 unit

Dalam contoh ini jelas daerah B adalah daerah yang miskin. Baik dalam gula maupun tembakau produktivitasnya lebih rendah daripada daerah A. Jadi gula produktivitasnya setengah daripada daerah A (20:40), sedangkan tembakau produktivitasnya hanya sepertiga (10:30). Dalam keadaan ini daerah A mengadakan spesialisasi dalam produksi tembakau dimana terdapat keuntungan komparatif, sedangkan daerah B pada produksi gula dimana terletak kerugian komparatif yang terkecil. Jadi dalam prinsip keuntungan (dan kerugian) komparatif ini yang penting adalah ratio (perbandingan) produktivitas, bukan produktivitas absolut.
Faktor-faktor yang mendorong spesialisasi bagi suatu daerah antara lain:
1. tidak adanya sumber-sumber alam yang berarti
2. keuntungan komparatif yang tinggi dalam satu produk, baik dalam persediaan bahan baku maupun dalam permodalan dan keterampilan manusia
3. hubungan transpor dan komunikasi yang cukup baik dengan daerah-daerah lain sehingga keburukan-keburukan spesialisasi tidak perlu timbul
4. industri pertanian yang bersangkutan memungkinkan pembagian kerja yang baik dengan daerah-daerah sekitarnya, sehingga membawa keuntungan secara nasional.


Sebaliknya ada faktor-faktor lain yang membenarkan kecenderungan ke arah diversifikasi, antara lain:
1. prospek jangka panjang yang kurang menentu dari satu hasil utama
2. tersedianya sumber-sumber alam lain yang mempunyai prospek yang baik dan permintaan yang lebih elastis
3. biaya transpor yang tinggi dalam ekspor-impor antardaerah

B. Pertanian Indonesia di era globalisasi
Pertanian Indonesia dalam Industrialisasi dan Perdagangan Bebas
Arus utama pembangunan menunjukkan adanya transformasi struktur perekonomian dari pertanian ke industri. Hal ini dapat dibuktikan oleh indikator ekonomi yang menunjukkan menurunnya pangsa pertanian serta meningkatnya pangsa industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Pangsa relatif sektor pertanian dalam PDB yang pada tahun 1967 sekitar 67 persen menurun menjadi hanya 17,2 persen pada tahun 1995. Sementara untuk kurun waktu yang sama pangsa industri meningkat dari 5 persen menjadi 24,3 persen. Inilah yang seringkali disebut-sebut sebagai keberhasilan transformasi. Namun demikian, pangsa tenaga kerja sektor pertanian belum menurun secara berarti, bahkan sampai dengan tahun 1995 masih sebesar 48 persen dari total tenaga kerja. Relatif cepatnya penurunan pangsa pertanian terhadap PDB dibandingkan dengan penurunannya terhadap total tenaga kerja, dapat menunjukkan semakin besarnya tenaga kerja yang terperangkap di bidang pertanian sehingga semakin tidak produktif dan tidak efisien. Dari data tersebut bisa terlihat semakin menurunnya pendapatan perkapita tenaga kerja sektor pertanian.
Proses industrialisasi yang cukup gencar, cepat, dan berhasil tersebut ternyata belum mengkait ke belakang (backward linkage), yakni ke sektor pertanian. Inilah yang mengakibatkan tertinggalnya sektor pertanian dari industri. Tidak saja dalam struktur PDB, tetapi juga dalam struktur masyarakat dimana sampai saat ini masyarakat pertanian (baca: petani) tak kunjung sejahtera dibandingkan masyarakat yang bergerak di bidang industri. Nilai tukar petani yang belum juga membaik, produktivitas dan efisiensi yang rendah, serta sikap mental dan budaya yang masih tradisional membawa mereka pada ketertinggalan.
Fenomena transformasi di atas menjadi tantangan tersendiri bagi pertanian. Apalagi bila dikaitkan dengan situasi internasional yang mengarah pada perdagangan bebas, semakin memperbanyak jumlah pertanyaan tentang prospek pembangunan pertanian Indonesia. Tantangan selanjutnya adalah perdagangan bebas. Sejak terinstitusionalisasinya perdagangan bebas melalui WTO serta kesepakatan-kesepakatan perdagangan kawasan, seperti APEC, AFTA, NAFTA, serta Uni Eropa, dunia akan semakin mengalami perubahan. Tahun 2003 bagi AFTA dan 2010 serta 2020 bagi APEC sudah menjadi momentum yang sulit terelakkan bagi Indonesia. Ini juga sebagai konsekuensi dari upaya Indonesia mengubah haluan dalam strategi ekspornya pada tahun 1980-an, dimana sebelumnya pada tahun 1970-an ekonomi Indonesia lebih bercorak inward looking dengan mengandalkan subtitusi impor menjadi outward looking.
Sikap optimistik Indonesia terhadap perubahan dunia tersebut yang setidaknya diwakili pemerintah dan elit perkotaan, masih dihadapkan pada realitas yang amat kompleks. Misalnya, tentang dampak perdagangan bebas bagi mereka yang berkompetisi di pusat metropolis dunia serta bagi mereka yang saat ini masih termarjinalisasi oleh arus pembangunan yang mayoritas masih bergerak di sektor pertanian. Kemungkinan ketidakseragaman respon dari berbagai struktur masyarakat terhadap perdagangan bebas pada gilirannya nanti akan membawa sejumlah pertanyaan baru: mungkinkah keadilan dan kemakmuran yang merata bisa terwujud, ataukah justru sebaliknya?
Respon pertanian Indonesia yang masih didominasi petani tradisional terhadap perdagangan bebas semakin penting dipahami. Adanya perdagangan bebas tersebut akan memperluas arus perdagangan internasional yang lebih terbuka, transparan, dan kompetitif. Bagi Indonesia, kenyataan ini akan menjadi peluang (opportunity) bila Indonesia telah siap bersaing, tetapi juga dapat menjadi ancaman (threat) bila tidak siap. Kesiapan bersaing ini ditentukan oleh tingkat produktivitas dan efisiensi yang diakselerasi oleh penguasaan teknologi, sikap mental modern, serta pemahaman yang dalam tentang standar mutu internasional dan politik pemasaran yang handal.
Kesiapan bersaing dapat ditunjang dengan dipenuhinya standar internasional dalam mutu. Jaminan mutu (quality assurance) suatu produk khususnya dalam kesehatan dan lingkungan serta persaingan harga akan menjadi kecenderungan pasar. Apa yang dikenal dengan SPS (sanitary and phytosanitary measures) dan TBT (technical barrier to trade) terhadap suatu produk telah disepakati dan selaras dengan aturan-aturan perdagangan internasional.
Tantangan-tantangan di atas dapat menjadi agenda penting untuk pembangunan sektor pertanian. Oleh karena itu menarik untuk dikaji: bagaimana posisii pertanian Indonesia di tengah industrialisasi dan perdagangan bebas, serta bagaimana landasan teoritik untuk implikasi kebijakan yang harus dirumuskan dalam menemukan model pembangunan pertanian masa depan tersebut? Untuk itu fenomena tersebut harus dilakukan akan dianalisis secara teoritik dan empirik.

C. Industrialisasi dan perdagangan bebas
Industrialisasi Negara Berkembang dan Perdagangan Bebas Dalam Teori
Dalam teori-teori pembangunan, industrialisasi di negara-negara berkembang mempunyai latar belakang yang berbeda dengan negara maju. Gagasan industrialisasi di negara berkembang tersebut dapat ditelusuri dari teori tentang pembagian kerja secara internasional dimana teori ini pula yang mendasari pentingnya perdagangan bebas yang merupakan produk pemikiran para ekonom klasik, sehingga sebenarnya antara industrialisasi dan perdagangan bebas merupakan dua hal yang sangat terkait secara teoritis. Dalam teori ini dinyatakan tentang pentingnya spesialisasi produksi setiap negara berdasarkan keunggulan komparatif yang dimilikinya. Negara-negara berkembang yang memiliki tanah subur sebaiknya melakukan spesialisasi dalam produksi pertanian. Sementara itu negara-negara di kawasan Utara yang iklimnya tidak cocok untuk pertanian sebaiknya melakukan kegiatan produksi di industri. Bila kedua kelompok negara tersebut mengabaikan prinsip keunggulan komparatif tersebut, maka yang terjadi adalah inefisiensi produksi.
Dengan spesialisasi ini akan terjadi perdagangan internasional yang saling menguntungkan kedua kelompok negara tersebut. Negara-negara pertanian dapat membeli barang-barang industri dengan harga lebih murah. Begitu pula negara-negara industri membeli hasil-hasil pertaniannya secara lebih murah juga dibandingkan bila memproduksi sendiri. Teori ini pula yang juga dapat menjadi landasan bagi pentingnya perdagangan bebas. Setidaknya, Todaro dalam Arif Budiman (1995) menegaskan pentingnya setiap negara untuk melebur dalam perdagangan internasional atas prinsip keunggulan komparatif, karena pada dasarnya setiap negara adalah saling tergantung, dan akan lebih menguntungkan bila negara-negara saling mengisi kelemahan yang ada.
Namun demikian dalam perkembangannya hubungan saling ketergantungan tersebut membawa hasil yang berbeda. Negara industri semakin maju, sedangkan negara berkembang semakin tertinggal. Dalam perdagangan internasional, negara maju lebih beruntung dari pada negara berkembang.
Fenomena keuntungan yang bias ke negara industri disoroti oleh Raul Prebisch yang tertuang dalam karyanya: The Economic Development of Latin America and Its Principal Problems pada tahun 1950. Ketidakseimbangan perdagangan internasional antara negara maju dan negara berkembang, menurut Prebisch, lebih disebabkan oleh adanya penurunan nilai tukar komoditi pertanian terhadap barang-barang industri. Barang-barang industri lebih mahal dari barang pertanian, sehingga menyebabkan defisit neraca perdagangan negara-negara berkembang yang mengandalkan pertanian.
Dalam teori ekonomi sering dinyatakan bahwa komoditi pertanian bersifat inelastis, khususnya bila dilihat dari kecenderungan adanya penurunan konsumsi bahan makanan karena meningkatnya pendapatan. Sebaliknya, meningkatnya pendapatan justru akan meningkatkan konsumsi terhadap barang-barang industri. Akibatnya, anggaran negara pertanian yang digunakan untuk mengimpor barang-barang industri dari negara-negara industri akan semakin meningkat, sedangkan pendapatan dari hasil ekspornya relatif tetap atau bahkan menurun. Inilah yang menimbulkan defisit neraca perdagangan.
Adanya proteksi negara industri atas hasil pertaniannya semakin mempersulit negara berkembang untuk mengekspor hasil pertaniannya. Kesulitan tersebut sampai saat ini masih terus berlangsung. Terakhir, negara industri semakin mampu menemukan teknologi baru pembuat barang-barang sintetik sehingga memperkecil impor bahan mentah pertanian dari negara berkembang. Selain itu, meningkatnya kekuatan politik kaum buruh di negara industri juga berpengaruh pada meningkatnya upah. Ini berimplikasi pada meningkatnya biaya produksi sehingga menyebabkan harga jual meningkat pula. Sementara harga barang hasil pertanian relatif tetap. Akibatnya, nilai uang yang diperoleh negara industri dari hasil ekspornya akan meningkat.
Kenyataan itulah yang membuat Raul Prebisch salah seorang peletak dasar teori ketergantungan mengeluarkan gagasan pentingnya negara-negara berkembang untuk melakukan industrialisasi sebagaimana negara maju. Upaya perintisan Industrialisasi ini dilakukan dengan model industri subtitusi impor (ISI) sebagai "industri bayi" (infant industry). Diharapkan industri ini dapat memproduksi barang-barang yang semula diimpor. Sebagai langkah awal, untuk mengamankan eksistensi industri bayi dari industri besar di negara maju diperlukan campur tangan pemerintah melalui proteksi sampai dengan mendewasanya industri bayi tersebut.
Pemikiran Prebisch tentang ISI "selaras" dengan industrialisasi di negara-negara ASEAN yang rata-rata dilakukan mulai tahun 1960-an. Akan tetapi ternyata alasan utama industrialisasi ala Prebisch belum terbukti secara empirik, setidaknya untuk negara-negara ASEAN. Dalam pandangan Arif dan Hill (1988) terdapat 2 (dua) alasan negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, mempercepat proses industrialisasinya. Pertama, adalah pandangan umum bahwa prospek pasar internasional di masa depan bagi produk primer adalah sangat suram sebagaimana pemikiran Prebisch. Pandangan ini dilatarbelakangi oleh pengalaman pada tahun 1950-an dimana terjadi kemerosotan harga-harga produk pertanian setelah mengalami booming pada Perang Korea 1950-1951.
Namun demikian alasan ini tidaklah cukup empirik untuk membuktikan merosotnya nilai tukar produk pertanian (term of trade) sebagai faktor utama adanya industrialisasi dalam kerangka menepis ketergantungan negara berkembang terhadap negara maju. Hal ini karena diangap kemerosotan tersebut hanyalah bagian dari dinamika perdagangan saja, oleh karena itu industrialisasi lebih didorong oleh keinginan untuk penganekaragaman struktur ekspor, dimana komoditi pertanian tetap dipertahankan seperti sekarang ini .
Kedua, adanya pandangan bahwa negara-negara maju yang pendapatannya tinggi memiliki sektor industri yang sangat besar. Jadi, industrialisasi dipandang sebagai jalan ke arah perkembangan ekonomi yang lebih maju. Jika diamati, pandangan seperti ini merupakan bagian dari paradigma modernisasi yang mengarahkan model pembangunan Barat sebagai "kiblat" bagi negara berkembang. Pandangan kedua ini lebih empirik bila dilihat setting politik ekonomi internasional waktu itu, dimana negara Barat pasca Marshall Plan giat memasarkan gagasan modernisasi negara kalah perang serta negara berkembang sebagai upaya pemulihan akibat Perang Dunia II sekaligus untuk menangkal komunisme di negara-negara berkembang tersebut.
Dalam perkembangannya, setiap negara ASEAN berbeda-beda dalam menerapkan ISI, setidaknya ditunjukkan dari aspek waktu. Filipina tergolong paling lama dalam mempertahankan model ISI yang dimulai pada tahun 1940-an. Sebaliknya Singapura adalah negara tercepat dalam mengganti model ISI, karena cepat pula menyadari kelemahan model ISI tersebut.
ISI memang umumnya menghasilkan pertumbuhan industri yang sangat cepat, namun tidak dapat menjadi landasan bagi babak industrialisasi yang berkesinambungan. Arif dan Hill (1988) mengatakan: Setelah "tahap yang mudah" proses industrialisasi tersebut diselesaikan, yaitu ketika keluaran (out put) barang manufaktur tumbuh dengan batas-batas pasar dalam negeri yang kecil dan diproteksi, maka kurun waktu kejenuhan pasar akan cepat tercapai".
Dengan demikian , tidak akan ada "perembesan" (spill over) otomatis ke pasar ekspor sebagaimana sebelumnya diperkirakan oleh para pembuat kebijakan. Untuk memudahkan, pemeliharaan pertumbuhan industri yang cepat dan berkesinambungan di Malaysia, Filipina dan Muangthai sekitar tahun 1970-an dan di Indonesia sekitar tahun 1980 memerlukan usaha promosi ekspor yang sungguh-sungguh maupun putaran kedua substitusi impor dalam kegiatan-kegiatan yang lebih padat modal dan padat ketrampilan.
Bagi Indonesia strategi promosi ekspor yang dimulai tahun 1980-an lebih banyak dilatarbelakangi adanya kemorosotan harga minyak yang semula menjadi andalan utama ekspor. Kelangsungan ISI yang lama tersebut merupakan kajian ekonomi politik, dimana diduga terkait dengan kuatnya hubungan birokrasi (pemberi fasilitas proteksi) dengan swasta sebagai penerima fasilitas sekaligus pemberi rente, sehingga memunculkan kolusi dan korupsi yang masih menggejala hingga sekarang. Lambatnya kesadaran untuk mengganti strategi industrialisasi tersebut, jelas mempengaruhi kinerja industrialisasi dewasa ini yang bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainya, khususnya Malaysia, Singapura, dan Thailand, posisi Indonesia masih relatif berada di bawah mereka.
Dampak industrialisasi terhadap perkembangan ekonomi tampak semakin signifikan, namun inipun tidak terlepas dari masalah-masalah yang bersifat struktural. Misalnya, ketergantungan teknologi (technological dependency) negara berkembang terhadap negara maju yang akan mempersulit negara berkembang mengejar ketertinggalan, sebagaimana sering disuarakan Dos Santos penganut teori ketergantungan. Begitu pula dalam bantuan modal asing yang dapat mengganggu proses kemandirian negara berkembang. Yang terakhir ini bantuan modal belum terbukti mengganggu kemandirian, setidaknya bila diperhatikan keberanian Indonesia untuk membubarkan IGGI.

BLOG TENTANG CONTOH MAKALAH GRATIS : sejuta-makalah.blogspot.com

POTENSI DAN PERMASALAHAN DALAM PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN KERING DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT

Propinsi NTB mempunyai keunggulan komparatif berupa potensi wilayah lahan kering yang cukup luas (sekitar 1, 6 juta hektar) dan berpeluang besar dikembangkan untuk sektor kehutanan dan pertanian dalam airti luas guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Potensi pengembangan pertanian lahan kering di propinsi NTB yang cukup besar tersebut dibandingkan dengan pengembangan lahan sawah karena (1) sangat dimungkinkan pengembangan berbagai macam komoditas pertanian untuk keperluan eksport dengan luas dan kondisi agroekosistem yang cukup beragam, (2) dimungkinkan pengembangan pertanian terpadu antara ternak dan taman perkebunan/kehutanan serta tanaman pangan, (3) membuka peluang kerja yang lebih besar dengan investasi yang relatif lebih kecil dibandingkan membangun fasilitas irigasi untuk lahan sawah, dan (4) mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan sebagian besar penduduk yang saat ini tinggal di lahan kering (Suwardji dkk, 2002).
Walaupun potensi lahan kering NTB yang cukup besar, lahan kering yang ada memiliki ekosistem yang rapuh (fragile) dan mudah terdegradasi apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan cara-cara yang tepat, topografi umumnya berbukit dan bergunung, ketersediaan air tanah yang terbatas, lapisan olah tanah dangkal, mudah tererosi, teknologi diadopsi dari teknologi lahan basah yang tidak sesuai untuk lahan kering, infrastruktur tidak memadai, sumberdaya manusia rendah, kelembagaan sosial ekonomi lemah, perhatian pemerintah sangat kurang dan partisipasi berbagai pihak dalam pengembangan lahan kering terutama pihak swasta sangat kurang (Suwardji dan Tejowulan, 2003).

Kamis, 28 Februari 2013

Contoh Makalah Ekonomi

Pendidikan memiliki peran penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan suatu faktor kebutuhan dasar untuk setiap manusia sehingga upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, karena melalui pendidikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Pendidikan mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu Negara (daerah). Hal ini bukan saja karena pendidikan akan berpengaruh terhadap produktivitas, tetapi juga akan berpengaruh fertilitas masyarakat. Pendidikan dapat menjadikan sumber daya manusia lebih cepat mengerti dan siap dalam menghadapi perubahan dan pembangunan suatu Negara.


Hampir semua negara berkembang menghadapi masalah kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang diakibatkan oleh rendahnya mutu pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh adanya tingkat melek huruf yang rendah, pemerataan pendidikan yang rendah, serta standar proses pendidikan yang relatif kurang memenuhi syarat.

contoh makalah ekonomi

Padahal kita tahu, bahwa pendidikan merupakan suatu pintu untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak harus dilakukan. Karena dengan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dapat memberikanmultiplier efect terhadap pembangunan suatu negara, khsususnya pembangunan bidang ekonomi.


Pendidikan merupakan bentuk investasi sumber daya manusia yang harus lebih diprioritaskan sejajar dengan investasi modal fisik karena pendidikan merupakan investasi jangka panjang. Di mana nilai balik dari investasi pendidikan (return on investment = ROI) tidak dapat langsung dinikmati oleh investor saat ini, melainkan akan dinikmati di masa yang akan datang.

contoh makalah ekonomi

Mengingat modal fisik, tenaga kerja (SDM), dan kemajuan teknologi adalah tiga faktor pokok masukan (input) dalam produksi pendapatan nasional. Maka semakin besar jumlah tenaga kerja (yang berarti laju pertumbuhan penduduk tinggi) semakin besar pendapatan nasional dan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi. Pertanyaannya, apakah ada pengaruh pendidikan terhadap petumbuhan ekonomi? Bagaimana cara pendidikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dan bagaimana kondisi atau realitas di Indonesia?
contoh makalah ekonomi


kamu bisa download di sumber : http://sejuta-makalah.blogspot.com/2013/02/contoh-makalah-ekonomi-pendidikan-dan.html

Artikel Terbaru